BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
mulai dikenal di Indonesia di awal 1970-an sejalan dengan perkembangan
pembangunan yang dilaksanakan pemerintahan Soerharto. Meskipun pemerintah pada
waktu itu mampu menjaga pertumbuhan ekonomi tinggi sebesar 8% per tahun,
kemiskinan menyebar luas dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pembangunan telah menciptakan ruang bagi LSM untuk memainkan peranan didalam
kegiatan ekonomi, sosial, dan politik.1
Memasuki masa reformasi pada saat
ini sangat kita ketahui bahwa LSM mempunyai peranan yang sangat penting didalam
sistem pemerintahan Republik Indonesia. Lembaga ini bukan hal baru yang ada
ditengah masyarakat. Saat masa Presiden Soeharto memerintah yang dikenal dengan
masa Orde Baru banyak muncul aktivis LSM yang berasal dari masyarakat kalangan
menengah. Dan pada masa itu para LSM dibiayai dan difasilitasi oleh Pemerintah
untuk mendukung segala rencana kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah yang
berkuasa. Dan sebagai timbal baliknya Pemerintah memberikan bantuan dan rasa
aman kepada lembaga tersebut. Hal ini disebabkan oleh Pemerintah tidak mampu
untuk menggerakkan massa dengan segala keterbatasannya sehingga kelompok ini
sangat dilibatkan sebagai alat dari Pemerintah untuk menjalankan seluruh
agendanya.
Perkembangan LSM pada masa Orde Baru
tak berjalan sesuai dengan fungsi yang seharusnya dilakukannya ditengah
masyarakat. Lembaga tersebut lebih dikekang oleh Pemerintah untuk kepentingan
politik tersendiri. Seiring berjalannya waktu saat mulai pudarnya tatanan
pemerintahan yang disusun oleh Presiden Soeharto fungsi dan peranan LSM yang
belum terlihat pada masa itu sudah mulai mengarah kepada keadilan yang
seharusnya diterima oleh masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat bahwa pada masa
akhir kepemimpinan Orde Baru yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang
seharusnya mengutamakan kebebasan dalam kehidupan bernegara.
Setelah jatuhnya kepemimpinan
Presiden Soeharto oleh mahasiswa-mahasiwa Indonesia adalah awal dari masuknya
reformasi atau yang lebih dikenalnya dengan sistem demokrasi yang menekankan
bahwa setiap orang itu memiliki Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dihormati
dan setiap orang memiliki kebebasan yang mutlak untuk melakukan hal apa saja
yang diinginkannya asal tidak melanggar hukum. Pada masa ini LSM berkembang
dengan sangat pesat mulai menunjukkan eksistensinya ditengah masyarakat.
Masyarakat yang terlibat pada dalam lembaga ini tentunya merupakan sebuah
langkah awal menunjukkan bahwa sistem demokrasi di Indonesia memang sudah
berjalan.
Era reformasi ini membawa perubahan
yang sangat besar sekali bagi politik Indonesia. Terutama munculnya LSM
menandai bahwa telah adanya mobilisasi dari masyarakat untuk ikut
berpartisipasi, terlibat, dan ikut berperan serta didalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan fungsi permerintahan. Sehingga disini dapat
terlihat bahwa LSM dapat menjadi sebuah lembaga yang dapat merubah kebijakan
pemerintah. Hal ini kembali lagi kepada proses demokratisasi yang sangat
diagung-agungkan dalam sistem Pemerintahan RI sehingga mendorong lembaga ini
dapat berperan dan berfungsi sebagai kekuatan politik yang ada di Indonesia
selain birokrasi, militer, partai politik, dan lainnya.
Kejatuhan rezim Soeharto dan proses
demokratisasi yang mengikutinya di Indonesia mengarah kepada mendesaknya wacana
tata pemerintahan yang baik, akuntabilitas, dan transparansi dari
institusi-institusi publik. LSM yang aktif dalam memantau kegiatan Negara dan
institusi politik lain dan muncul sebagai organisasi pengawas.2
Dimulai dengan keterlibatan penuh
LSM didalam pemilu 1999, sekarang hampir semua aspek lembaga Negara diawasi
oleh LSM. Publik Indonesia mengenal berbagai macam organisasi, misalnya Indonesian Corruption Watch (ICW), Parliament/Legislative Watch (DRP-Watch),
Government Watch (GOWA), Police Watch (PolWatch) dan Pemantauan
Anggaran (FITRA).
Bukti LSM memiliki fungsi sebagai
kekuatan politik sudah dapat kita liat dari masa Orde Baru. Namun dimasa itu
peran dan fungsinya masih minim sehingga lembaga ini tidak bisa berjalan dengan
baik. Namun di awal reformasi sampai sekarang lembaga ini seperti jamur
ditengah masyarakat, artinya sudah sangat banyak sekali berada ditengah
masyarakat. Ada yang bergerak dibidang politik dan juga sosial ataupun ekonomi.
BAB II
KONSEP
1. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
LSM adalah sebuah kekuatan
tersendiri dalam model tiga sektor (three sector model), yang terdiri
dari pemerintah sebagai Sektor Pertama, Dunia Usaha sebagai Sektor Kedua dan
lembaga voluntir. Sebagai Sektor Ketiga, LSM berkedudukan sebagai lembaga
penengah yang menengahi pemerintah dan warga negara. Kerap kali, LSM memang
harus bersikap kritis terhadap pemerintah, tetapi adakalanya LSM bertindak pula
sebagai penjelas kebijaksanaan pemerintah. Sikap kritis itu hendaknya dipahami,
karena LSM itu memang tumbuh sebagai kekuatan pengimbang, baik terhadap
pemerintah maupun swasta. Kekuatan pengimbang ini diperlukan agar mekanisme
demokrasi dapat bekerja. Selain itu, LSM tidak mesti dapat dinilai sebagai
kekuatan oposan, karena LSM adalah dua mitra pemerintah dan masyarakat dalam
pembangunan.3
Andra L. Corrothers dan Estie W.
Suryatna mengidentifikasi empat peranan yang dapat dimainkan oleh LSM dalam
sebuah Negara yaitu:
1. Katalisasi
perubahan sistem. Hal ini dilakukan dengan mengangkat sejumlah masalah yang
penting dalam masyarakat, membentuk sebuah kesadaran global, melakukan advokasi
demi perubahan kebijaksanaan negara, mengembangkan kemauan politik rakyat, dan
mengadakan eksperimen yang mendorong inisiatif masyarakat.
2. Memonitor
pelaksanaan sistem dan cara penyelenggaraan negara, bahkan bila perlu melakukan
protes. Hal itu dilakukan karena bisa saja terjadi penyalahgunaan kekuasaan,
pelanggaran hukum, terutama yang dilakukan pejabat negara dan kalangan
business.
3. Memfasilitasi
rekonsiliasi warga negara dengan lembaga peradilan. Hal ini dilakukan karena
tidak jarang warga masyarakat menjadi korban kekerasan itu. Kalangan LSM muncul
secara aktif untuk melakukan pembelaan bagi mereka yang menjadi korban
ketidakadilan.
4. Implementasi
program pelayanan. LSM dapat menempatkan diri sebagai lembaga yang mewujudkan
sejumlah program dalam masyarakat.4
Jadi secara singkat dapat
dikategorikan peran LSM menjadi dua kelompok.5 Pertama, peranan
dalam bidang non politik, yaitu berupa pemberdayaan masyarakat dalam bidang
sosial ekonomi. Kedua, peranan dalam
bidang politik, yaitu sebagai wahana untuk menjembatani warga masyarakat dengan
negara atau pemerintah.
2. Ormas-LSM sebagai Kekuatan Sosial Politik
Organisasi
kemasyarakatan (ormas) merupakan salah satu bentuk pengorganisasian masyarakat
sipil yang berlandaskan pada prinsip demokrasi, kemitraan, keswadayaan, dan
partisipasi publik. Ormas merupakan wadah penyaluran kepedulian dan kesadaran
sosial dan politik masyarakat terhadap berbagai masalah publik aktual. Kegiatan
ormas hampir selalu bersinggungan dengan isu-isu publik, khususnya yang terkait
langsung dengan permasalahan riil di masyarakat.
Perkembangan ormas,
termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM), dalam tiga dekade ini, sangatlah
pesat baik dari segi kuantitas maupun keberagaman sektor kegiatan yang
digeluti. Sebagai gambaran, jika pada tahun 1990 jumlah ormas yang terdaftar di
Departemen Dalam Negeri (Depdagri) hanya 3.200-an, maka pada tahun 2006
mencapai lebih dari 8.000 organisasi. Jumlah ini belum meliputi ormas yang
terdaftar di departemen lain dan di tingkat daerah. Perkembangan ini di satu
sisi harus dipandang positif sebagai indikasi perkembangan demokrasi dan civil
society.
Menjamurnya ormas lebih
merupakan resonansi yang bersifat tidak langsung dari perubahan sosial,
khususnya di negara maju dengan gejala kemunculan new social movement.
Gerakan-gerakan ini berkarakter posmodernist yang ide dan pendekatannya banyak
diadopsi oleh kalangan ormas di Indonesia.
Sejak tahun 1990-an, di
Indonesia terdapat kecenderungan kuat di masyarakat atas munculnya sebuah
bentuk perlawanan dari masyarakat yang dimotori oleh aktivis LSM. Perlawanan
tersebut khususnya menyangkut, antara lain, penolakan terhadap otoritarianisme
negara yang over-regulatif, penolakan terhadap ide omnipotent state, dan
penolakan terhadap tatanan yang bersifat status quo.
Gerakan-gerakan
kesetaraan gender, environmentalis, dan gerakan penegakan HAM (hak asasi
manusia) merupakan bentuk-bentuk gerakan new social movement yang sudah lama
melekat di dalam sistem politik negara maju. Kemudian, gerakan itu
ditransformasi masyarakat ke negara berkembang, termasuk di Indonesia, lewat
gerakan LSM dan ormas.
Masyarakat madani atau
masyarakat sipil (civil society) dalam wacana baku ilmu sosial pada dasarnya
harus dipahami sebagai antitesis dari masyarakat politik atau negara. Pemikiran
itu dapat dilacak dari pendapat Hobbes, Locke, Montesquieu, Hegel, Marx,
Gramsci, dan lain-lain. Pemikiran mengenai masyarakat sipil bertumbuh dan
berkembang sebagai bentuk koreksi radikal terhadap eksistensi negara karena
peranannya yang cenderung menjadi alat kapitalisme.
Substansi pembahasannya
terletak pada penggugatan hegemoni negara dalam melanggengkan kekuatan kelompok
kapitalis dengan memarginalkan peran masyarakat pada umumnya. Oleh sebab itu,
dibutuhkan sebuah kekuatan nonpemerintah yang mampu mengimbangi dan mencegah
kekuatan negara. Di sisi lain, ormas dan SLM juga mendukung peran pemerintah
dengan menjadi juru damai dan penjaga keamanan dari kemungkinan konflik-konflik
antarkepentingan dalam masyarakat.
Pada dasawarsa 1980-an
mulai bermunculan ormas/LSM yang bergerak dalam bidang pengelolaan dan
pelestarian lingkungan hidup. Pada dasawarsa itu mulai menonjol
kegiatan-kegiatan ormas/LSM yang bergerak dalam bidang advokasi. Ormas/LSM
melakukan advokasi terhadap pencemaran lingkungan hidup yang mulai muncul
sebagai akibat perkembangan pembangunan dan industrialisasi serta pertumbuhan
penduduk yang sangat pesat.
Pada dasawarsa 1990-an,
seiring dengan makin berkembangnya wacana dan tuntutan perlindungan hak asasi
manusia (HAM) dan demokratisasi secara global, di Indonesia muncul
gerakan-gerakan ormas/LSM yang bergerak dalam advokasi HAM dan demokrasi dengan
berbagai tuntutan. Misalnya, perlunya dipulihkan hak-hak sipil dan politik
rakyat, menentang pelanggaran HAM yang dilakukan negara, dan menuntut
demokratisasi politik. Advokasi juga dilakukan terhadap pelanggaran hak-hak
sosial dan ekonomi seperti hak atas tanah dan sumber daya alam, hak-hak
masyarakat adat, dan hak-hak kaum perempuan serta kesetaraan gender.
Proses reformasi politik
di Indonesia, selain membawa Indonesia ke demokrasi juga tidak luput
menimbulkan berbagai konflik dan kekerasan yang bersifat horizontal yang
terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Cita-cita dan komitmen untuk membangun
civil society yang berakar pada kedaulatan bangsa menjadi agenda politik utama
di mana ormas turut berperan aktif. Namun, dalam konteks ini terdapat
kecenderungan beberapa ormas larut dalam politik praktis yang dipandu oleh
partai politik yang hanya mengejar kekuasaan.
Banyak organisasi
masyarakat dan para aktivisnya terjebak dalam mainstream gerakan partai,
sehingga terkesan menjadi partisan, pragmatis, dan mengandalkan bentuk-bentuk
gerakan politik. Di samping itu, banyak LSM dan ormas, seperti ormas keagamaan,
ormas professi, serikat pekerja tetap mempertahankan jati diri sebagai bentuk
independensi pengelolaan sumber daya politik masyarakat untuk kepentingan
bangsa.
Globalisasi menjadi
suatu fakta di mana organisasi masyarakat makin intensif berinteraksi dengan
dunia luar. Karena itu, regulasi ormas perlu memperhatikan secara khusus
hubungan dan jaringan kerja antara ormas dan LSM luar negeri di mana kedaulatan
negara, martabat bangsa, dan profesionalisme ormas patut dikembangkan dan
dipelihara.
Proses demokratisasi
yang berlangsung sejak 1998 telah membawa perubahan-perubahan dalam hubungan
antara pemerintah dan ormas atau LSM. Secara umum pemerintah tidak lagi melihat
ormas dan LSM sebagai organisasi antipemerintah atau sebagai kekuatan oposisi
terhadap pemerintah. Karena itu, pemerintah tidak perlu melakukan intervensi
terhadap aktivitas ormas atau LSM.
Kontrol sosial terhadap
pemerintah yang dilakukan ormas dan atau LSM merupakan bentuk pertumbuhan
kesadaran politik masyarakat. Tanpa kesadaran politik masyarakat, demokrasi
tidak akan berjalan sebagaimana mestinya (timpang). Dalam kondisi demikian akan
muncul persoalan-persoalan, seperti munculnya kecurangan-kecurangan dalam
proses politik dan merebaknya fenomena golput (golongan putih) dalam pemilihan
umum.
BAB III
ANALISIS
Didalam bab analisis ini saya akan membahas peran dan fungsi Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) sebagai kekuatan politik Indonesia melalui contoh kasus yang
benar-benar real terjadi. Kasus yang
kami angkat dalam pembahasan kali ini adalah mengenai pelaporan dari salah satu
LSM yang ada di Pekanbaru mengenai bukti pembayaran iklan kampanye salah satu
kandidat yang ikut dalam Pemilukada Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru tahun
2011 memakai dana APBD Provinsi Riau. Berikut adalah berita yang kami dapat
dari Koran Harian Tribun Pekanbaru 29 Oktober 2011:
LSM Koalisi
Masyarakat Pekanbaru Anti Suap (Kompas), melaporkan pasangan calon Walikota
Pekanbaru Septina-Erizal ke Panwaslu Pekanbaru, Jumat (28/10). LSM ini
mengadukan Pemprov Riau telah menggunakan APBD untuk membayar biaya iklan di
media massa. Iklan tersebut adalah iklan pasangan Septina-Erizal,
Berseri. Kompas mengadukan ke Panwaslu, tindakan Pemprov tersebut menguntungkan
pasangan Septina-Erizal pada kontestasi Pemilukada Pekanbaru lalu. LSM Kompas
melaporkan Pemprov Riau menggunakan duit sekitar Rp 400 juta untuk pemasangan
iklan tersebut. Barang bukti berupa 26 lembar kwitansi pembayaran iklan ke
media massa. Pemasangan iklan tersebut pada periode Mei 2011.
Pelapor atas
nama Anis Murzil. Sedangkan saksi penyerahan laporan bernama Sri Mulyono.
Laporan diterima Ketua Divisi Umum Panwaslu Pekanbaru, Dendy
Gustiawan.Menyertai laporannya, Anis menyerahkan barang bukti kepada Dendy.
Kwitansi iklan diterbitkan oleh perusahaan media massa.Pada kwitansi ini, nama
media tertulis pada bagian kepala surat. Pada salah satu kwitansi, tertulis
kalimat berbunyi 'menerima uang dari Pemprov Riau'. Kalimat lainnya,
tertulis untuk pembayaran iklan dengan judul parade foto forum lintas etnis
dukung Berseri. Bagian lainnya, menuliskan nominal Rp 4 juta. LSM juga
menyerahkan barang bukti lain berupa daftar rekap piutang iklan Pemprov
pemasangan iklan ke media massa.6
6Hengki
Seprihadi, 2001. 29 Oktober. Panwaslu Selidiki Penggunaan APBD Oleh Istri
Gubernur. Koran Harian Tribun Pekanbaru. Hlm 2.
Dari berita yang tercetak dalam Koran harian Tribun
Pekanbaru diatas dapat kita lihat bahwa adanya pelaporan mengenai pemakaian
dana APBD Riau untuk pembayaran iklan
kampanye pasangan kandidat
Septina-Erizal di media massa oleh salah satu LSM yang ada di Pekanbaru yaitu
Kompas (Koalisi Masyarakat Pekanbaru Anti Suap). Septina, kandidat yang
merupakan istri dari Gubernur Riau Rusli Zainal disinyalir telah menggunakan
uang Pemerintah Provinsi Riau untuk membiayai dana iklan kampanye dimedia massa
sebesar Rp 400 juta pada Pemilukada kota Pekanbaru tahun 2011.
Anis yang merupakan pelapor dari LSM
Kompas memberikan sejumlah bukti kwitansi pembayaran yang dilakukan oleh
Pemprov Riau kepada salah satu media massa cetak Pekanbaru. Didalam kasus ini
dapat kita lihat bahwa LSM telah menjalankan peranannya didalam Negara
sebagaimana yang telah dikatakan oleh Andra L. Corrothers dan Estie W. Suryatna
adalah LSM sebagai memonitor pelaksanaan sistem dan cara penyelenggaraan
negara, bahkan bila perlu melakukan protes. Hal itu dilakukan karena bisa saja
terjadi penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hukum, terutama yang dilakukan
pejabat negara dan kalangan business.
LSM sedang berada dalam proses
belajar bagaimana fungsi pengawasan mereka merupakan bagian dari persamaan proses
menciptakan check and balances, dan
tidak lagi merupakan agenda politik yang berdiri sendiri dibawah pengawasan
Pemerintah seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.7
Fungsi pengawasan terhadap segala
kegiatan Negara memang bukan fungsi dari LSM itu sendiri, tapi juga telah
dilakukan oleh para aktor lainnya seperti Partai Politik. Kalau kita perhatikan
parpol lebih dipandang sebagai alat untuk menjadi pemimpin atau menjadi anggota
legislative didalam sebuah Negara itu terlihat parpol menjalankan fungsi ketika
pemilu tiba, sedangkan ia melalaikan fungsinya sebagai agregasi yaitu sebagai
tempat penampung segala aspirasi rakyat untuk disampaikan kepada pemerintah.
Kompas telah berhasil menjembatani
masyarakat dan pemerintah dengan melaporkan kasus tersebut kepada Panwaslu yang
sebelumnya telah beredarnya foto bukti kwitansi pembayaran dana iklan kampanye
di media massa yang memakai dana APBD Riau pada sebuah akun facebook yang tidak diketahui siapa
adminnya. Pembicaran mengenai kasus
7Lisa Jordan dan Peter Van Tuijl, Op. Cit,. Hlm 246-247.
tersebut telah hangat diperbincangkan didunia maya.
Keterlibatan istri Gubernur Riau didalamnya memberikan respon yang buruk dari
masyarakat. Oleh sebab itu pihak Kompas melaporkan hal tersebut kepada Panwaslu
pekanbaru, sehingga memainkan peranannya sebagai wahana untuk menjembatani
warga masyarakat dengan negara atau pemerintah.
Dengan pelaporan yang telah
dilakukan oleh LSM Kompas tersebut hasil mengenai keputusan yang akan diambil
belum juga ditentukan. Padahal ini sudah menyangkut sebuah tindakan melanggar
hukum yang telah dilakukan oleh istri Gubernur Riau. LSM itu sendiri menilai
bahwa adanya keberpihakan pihak Panwaslu terhadap salah satu kandidat dan
sangat menguntungkan kandidat bila itu tidak terbukti dan akan tetap maju pada
Pemilukada Ulang Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru tahun 2011. Jika memang
Panwaslu tidak berpihak kepada salah satu kandidat maka keputusan tentunya akan
berubah. Sehingga sanksi yang paling berat menurut analisis kelompok kami
adalah dengan didiskualifikasikannya kandidat yang telah melakukan kecurangan
dikarenakan hal tersebut telah melanggar hukum.
Berangkat dari kasus tersebut LSM
sendiri telah bisa melakukan fungsinya sebagai pengawasan ditengah masyarakat.
LSM adalah sebuah lembaga yang terpisah dari Negara atau bisa juga dikatakan
bahwa LSM adalah lembaga non Pemerintah yang didalamnya berisikan masyarakat
kalangan menengah dan atas yang satu mempunyai tujuan yang sama. Kompas adalah
bukti bahwa LSM itu berfungsi sebagai kekuatan politik yang dapat merubah arah
kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah.
Jika kita telaah satu persatu
mengenai kegiatan atau fungsi dan peranan apa saja yang dimainkan sendiri oleh
LSM hanya bisa dihitung sedikit sekali LSM yang fokus terhadap perannya, mereka
lebih condong kepada kemana masalah atau uang berada. Tidak dipungkiri kalau di
LSM juga bermain kepentingan didalamnya tak ubahnya seperti Partai Politik.
Namun tentunya Partai Politik mempunyai peranan yang sangat berbeda dengan LSM.
BAB IV
KESIMPULAN
Lembaga Swadaya Masyarat (LSM)
adalah sebuah lembaga non Pemerintah yang mempunyai peranan sebagai jembatan
dari masyarakat terhadap Pemerintah. Sehingga dari hal tersebut lembaga ini
mempunyai peranan yang sangat kuat sebagai kekuatan politik di Indonesia yang
dapat melakukan pengawasan sehingga menciptakan check and balances, dan juga memiliki peranan untuk memonitoring
segala kegiatan Pemerintah dan berhak melakukan protes bila hal tersebut
dinilai tidak baik dan tidak sejalan dengan tujuan masyarakat.
LSM juga dapat mempengaruhi dan
mengubah arah kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Seperti pada kasus
yang telah kelompok kami analisis pada bab sebelumnya. Sehingga peran dan
fungsinya sebagai kekuatan politik ada dan sangat berpengaruh dalam kehidupan
bernegara.
1 Lisa Jordan dan Peter Van Tuijl, Akuntabilitas LSM Politik, Prinsip, dan
Inovasi, Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia, 2009, hlm. 226.
3 M. Dawan Rahardjo. 1994. 9
November. Tiga Dasar Teori tentang LSM. Harian Umum Republika, hlm 4.
4Afan Gaffar, Politik Indonesia
Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hlm.
DAFTAR
PUSTAKA
Gaffar, Affan. 2002. Politik
Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jordan, Lisa dan Peter Van Tuijl,
2009 Akuntabilitas LSM Politik, Prinsip,
dan Inovasi, Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia.
Hengki Seprihadi, 2001. 29 Oktober.
Panwaslu Selidiki Penggunaan APBD Oleh Istri Gubernur. Koran Harian Tribun
Pekanbaru. Hlm 2.
M. Dawan Rahardjo. 1994. 9 November.
Tiga Dasar Teori tentang LSM. Harian Umum Republika, hlm 4
.