Selasa, 30 Oktober 2012

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) SEBAGAI KEKUATAN POLITIK INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
1.       Latar Belakang
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) mulai dikenal di Indonesia di awal 1970-an sejalan dengan perkembangan pembangunan yang dilaksanakan pemerintahan Soerharto. Meskipun pemerintah pada waktu itu mampu menjaga pertumbuhan ekonomi tinggi sebesar 8% per tahun, kemiskinan menyebar luas dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan telah menciptakan ruang bagi LSM untuk memainkan peranan didalam kegiatan ekonomi, sosial, dan politik.1
Memasuki masa reformasi pada saat ini sangat kita ketahui bahwa LSM mempunyai peranan yang sangat penting didalam sistem pemerintahan Republik Indonesia. Lembaga ini bukan hal baru yang ada ditengah masyarakat. Saat masa Presiden Soeharto memerintah yang dikenal dengan masa Orde Baru banyak muncul aktivis LSM yang berasal dari masyarakat kalangan menengah. Dan pada masa itu para LSM dibiayai dan difasilitasi oleh Pemerintah untuk mendukung segala rencana kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah yang berkuasa. Dan sebagai timbal baliknya Pemerintah memberikan bantuan dan rasa aman kepada lembaga tersebut. Hal ini disebabkan oleh Pemerintah tidak mampu untuk menggerakkan massa dengan segala keterbatasannya sehingga kelompok ini sangat dilibatkan sebagai alat dari Pemerintah untuk menjalankan seluruh agendanya.
Perkembangan LSM pada masa Orde Baru tak berjalan sesuai dengan fungsi yang seharusnya dilakukannya ditengah masyarakat. Lembaga tersebut lebih dikekang oleh Pemerintah untuk kepentingan politik tersendiri. Seiring berjalannya waktu saat mulai pudarnya tatanan pemerintahan yang disusun oleh Presiden Soeharto fungsi dan peranan LSM yang belum terlihat pada masa itu sudah mulai mengarah kepada keadilan yang seharusnya diterima oleh masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat bahwa pada masa akhir kepemimpinan Orde Baru yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang seharusnya mengutamakan kebebasan dalam kehidupan bernegara.
Setelah jatuhnya kepemimpinan Presiden Soeharto oleh mahasiswa-mahasiwa Indonesia adalah awal dari masuknya reformasi atau yang lebih dikenalnya dengan sistem demokrasi yang menekankan bahwa setiap orang itu memiliki Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dihormati dan setiap orang memiliki kebebasan yang mutlak untuk melakukan hal apa saja yang diinginkannya asal tidak melanggar hukum. Pada masa ini LSM berkembang dengan sangat pesat mulai menunjukkan eksistensinya ditengah masyarakat. Masyarakat yang terlibat pada dalam lembaga ini tentunya merupakan sebuah langkah awal menunjukkan bahwa sistem demokrasi di Indonesia memang sudah berjalan.
Era reformasi ini membawa perubahan yang sangat besar sekali bagi politik Indonesia. Terutama munculnya LSM menandai bahwa telah adanya mobilisasi dari masyarakat untuk ikut berpartisipasi, terlibat, dan ikut berperan serta didalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan fungsi permerintahan. Sehingga disini dapat terlihat bahwa LSM dapat menjadi sebuah lembaga yang dapat merubah kebijakan pemerintah. Hal ini kembali lagi kepada proses demokratisasi yang sangat diagung-agungkan dalam sistem Pemerintahan RI sehingga mendorong lembaga ini dapat berperan dan berfungsi sebagai kekuatan politik yang ada di Indonesia selain birokrasi, militer, partai politik, dan lainnya.
Kejatuhan rezim Soeharto dan proses demokratisasi yang mengikutinya di Indonesia mengarah kepada mendesaknya wacana tata pemerintahan yang baik, akuntabilitas, dan transparansi dari institusi-institusi publik. LSM yang aktif dalam memantau kegiatan Negara dan institusi politik lain dan muncul sebagai organisasi pengawas.2
Dimulai dengan keterlibatan penuh LSM didalam pemilu 1999, sekarang hampir semua aspek lembaga Negara diawasi oleh LSM. Publik Indonesia mengenal berbagai macam organisasi, misalnya Indonesian Corruption Watch (ICW), Parliament/Legislative Watch (DRP-Watch), Government Watch (GOWA), Police Watch (PolWatch) dan Pemantauan Anggaran (FITRA).
Bukti LSM memiliki fungsi sebagai kekuatan politik sudah dapat kita liat dari masa Orde Baru. Namun dimasa itu peran dan fungsinya masih minim sehingga lembaga ini tidak bisa berjalan dengan baik. Namun di awal reformasi sampai sekarang lembaga ini seperti jamur ditengah masyarakat, artinya sudah sangat banyak sekali berada ditengah masyarakat. Ada yang bergerak dibidang politik dan juga sosial ataupun ekonomi.





BAB II
KONSEP

1.      Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
LSM adalah sebuah kekuatan tersendiri dalam model tiga sektor (three sector model), yang terdiri dari pemerintah sebagai Sektor Pertama, Dunia Usaha sebagai Sektor Kedua dan lembaga voluntir. Sebagai Sektor Ketiga, LSM berkedudukan sebagai lembaga penengah yang menengahi pemerintah dan warga negara. Kerap kali, LSM memang harus bersikap kritis terhadap pemerintah, tetapi adakalanya LSM bertindak pula sebagai penjelas kebijaksanaan pemerintah. Sikap kritis itu hendaknya dipahami, karena LSM itu memang tumbuh sebagai kekuatan pengimbang, baik terhadap pemerintah maupun swasta. Kekuatan pengimbang ini diperlukan agar mekanisme demokrasi dapat bekerja. Selain itu, LSM tidak mesti dapat dinilai sebagai kekuatan oposan, karena LSM adalah dua mitra pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan.3
Andra L. Corrothers dan Estie W. Suryatna mengidentifikasi empat peranan yang dapat dimainkan oleh LSM dalam sebuah Negara yaitu:
1.   Katalisasi perubahan sistem. Hal ini dilakukan dengan mengangkat sejumlah masalah yang penting dalam masyarakat, membentuk sebuah kesadaran global, melakukan advokasi demi perubahan kebijaksanaan negara, mengembangkan kemauan politik rakyat, dan mengadakan eksperimen yang mendorong inisiatif masyarakat.
2.   Memonitor pelaksanaan sistem dan cara penyelenggaraan negara, bahkan bila perlu melakukan protes. Hal itu dilakukan karena bisa saja terjadi penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hukum, terutama yang dilakukan pejabat negara dan kalangan business.
3.   Memfasilitasi rekonsiliasi warga negara dengan lembaga peradilan. Hal ini dilakukan karena tidak jarang warga masyarakat menjadi korban kekerasan itu. Kalangan LSM muncul secara aktif untuk melakukan pembelaan bagi mereka yang menjadi korban ketidakadilan.
4.   Implementasi program pelayanan. LSM dapat menempatkan diri sebagai lembaga yang mewujudkan sejumlah program dalam masyarakat.4
Jadi secara singkat  dapat dikategorikan peran LSM menjadi dua kelompok.5 Pertama, peranan dalam bidang non politik, yaitu berupa pemberdayaan masyarakat dalam bidang sosial ekonomi. Kedua, peranan dalam bidang politik, yaitu sebagai wahana untuk menjembatani warga masyarakat dengan negara atau pemerintah. 

2.      Ormas-LSM sebagai Kekuatan Sosial Politik
Organisasi kemasyarakatan (ormas) merupakan salah satu bentuk pengorganisasian masyarakat sipil yang berlandaskan pada prinsip demokrasi, kemitraan, keswadayaan, dan partisipasi publik. Ormas merupakan wadah penyaluran kepedulian dan kesadaran sosial dan politik masyarakat terhadap berbagai masalah publik aktual. Kegiatan ormas hampir selalu bersinggungan dengan isu-isu publik, khususnya yang terkait langsung dengan permasalahan riil di masyarakat.
Perkembangan ormas, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM), dalam tiga dekade ini, sangatlah pesat baik dari segi kuantitas maupun keberagaman sektor kegiatan yang digeluti. Sebagai gambaran, jika pada tahun 1990 jumlah ormas yang terdaftar di Departemen Dalam Negeri (Depdagri) hanya 3.200-an, maka pada tahun 2006 mencapai lebih dari 8.000 organisasi. Jumlah ini belum meliputi ormas yang terdaftar di departemen lain dan di tingkat daerah. Perkembangan ini di satu sisi harus dipandang positif sebagai indikasi perkembangan demokrasi dan civil society.
Menjamurnya ormas lebih merupakan resonansi yang bersifat tidak langsung dari perubahan sosial, khususnya di negara maju dengan gejala kemunculan new social movement. Gerakan-gerakan ini berkarakter posmodernist yang ide dan pendekatannya banyak diadopsi oleh kalangan ormas di Indonesia.
Sejak tahun 1990-an, di Indonesia terdapat kecenderungan kuat di masyarakat atas munculnya sebuah bentuk perlawanan dari masyarakat yang dimotori oleh aktivis LSM. Perlawanan tersebut khususnya menyangkut, antara lain, penolakan terhadap otoritarianisme negara yang over-regulatif, penolakan terhadap ide omnipotent state, dan penolakan terhadap tatanan yang bersifat status quo.
Gerakan-gerakan kesetaraan gender, environmentalis, dan gerakan penegakan HAM (hak asasi manusia) merupakan bentuk-bentuk gerakan new social movement yang sudah lama melekat di dalam sistem politik negara maju. Kemudian, gerakan itu ditransformasi masyarakat ke negara berkembang, termasuk di Indonesia, lewat gerakan LSM dan ormas.
Masyarakat madani atau masyarakat sipil (civil society) dalam wacana baku ilmu sosial pada dasarnya harus dipahami sebagai antitesis dari masyarakat politik atau negara. Pemikiran itu dapat dilacak dari pendapat Hobbes, Locke, Montesquieu, Hegel, Marx, Gramsci, dan lain-lain. Pemikiran mengenai masyarakat sipil bertumbuh dan berkembang sebagai bentuk koreksi radikal terhadap eksistensi negara karena peranannya yang cenderung menjadi alat kapitalisme.
Substansi pembahasannya terletak pada penggugatan hegemoni negara dalam melanggengkan kekuatan kelompok kapitalis dengan memarginalkan peran masyarakat pada umumnya. Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah kekuatan nonpemerintah yang mampu mengimbangi dan mencegah kekuatan negara. Di sisi lain, ormas dan SLM juga mendukung peran pemerintah dengan menjadi juru damai dan penjaga keamanan dari kemungkinan konflik-konflik antarkepentingan dalam masyarakat.
Pada dasawarsa 1980-an mulai bermunculan ormas/LSM yang bergerak dalam bidang pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup. Pada dasawarsa itu mulai menonjol kegiatan-kegiatan ormas/LSM yang bergerak dalam bidang advokasi. Ormas/LSM melakukan advokasi terhadap pencemaran lingkungan hidup yang mulai muncul sebagai akibat perkembangan pembangunan dan industrialisasi serta pertumbuhan penduduk yang sangat pesat.
Pada dasawarsa 1990-an, seiring dengan makin berkembangnya wacana dan tuntutan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan demokratisasi secara global, di Indonesia muncul gerakan-gerakan ormas/LSM yang bergerak dalam advokasi HAM dan demokrasi dengan berbagai tuntutan. Misalnya, perlunya dipulihkan hak-hak sipil dan politik rakyat, menentang pelanggaran HAM yang dilakukan negara, dan menuntut demokratisasi politik. Advokasi juga dilakukan terhadap pelanggaran hak-hak sosial dan ekonomi seperti hak atas tanah dan sumber daya alam, hak-hak masyarakat adat, dan hak-hak kaum perempuan serta kesetaraan gender.
Proses reformasi politik di Indonesia, selain membawa Indonesia ke demokrasi juga tidak luput menimbulkan berbagai konflik dan kekerasan yang bersifat horizontal yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Cita-cita dan komitmen untuk membangun civil society yang berakar pada kedaulatan bangsa menjadi agenda politik utama di mana ormas turut berperan aktif. Namun, dalam konteks ini terdapat kecenderungan beberapa ormas larut dalam politik praktis yang dipandu oleh partai politik yang hanya mengejar kekuasaan.
Banyak organisasi masyarakat dan para aktivisnya terjebak dalam mainstream gerakan partai, sehingga terkesan menjadi partisan, pragmatis, dan mengandalkan bentuk-bentuk gerakan politik. Di samping itu, banyak LSM dan ormas, seperti ormas keagamaan, ormas professi, serikat pekerja tetap mempertahankan jati diri sebagai bentuk independensi pengelolaan sumber daya politik masyarakat untuk kepentingan bangsa.
Globalisasi menjadi suatu fakta di mana organisasi masyarakat makin intensif berinteraksi dengan dunia luar. Karena itu, regulasi ormas perlu memperhatikan secara khusus hubungan dan jaringan kerja antara ormas dan LSM luar negeri di mana kedaulatan negara, martabat bangsa, dan profesionalisme ormas patut dikembangkan dan dipelihara.
Proses demokratisasi yang berlangsung sejak 1998 telah membawa perubahan-perubahan dalam hubungan antara pemerintah dan ormas atau LSM. Secara umum pemerintah tidak lagi melihat ormas dan LSM sebagai organisasi antipemerintah atau sebagai kekuatan oposisi terhadap pemerintah. Karena itu, pemerintah tidak perlu melakukan intervensi terhadap aktivitas ormas atau LSM.
Kontrol sosial terhadap pemerintah yang dilakukan ormas dan atau LSM merupakan bentuk pertumbuhan kesadaran politik masyarakat. Tanpa kesadaran politik masyarakat, demokrasi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya (timpang). Dalam kondisi demikian akan muncul persoalan-persoalan, seperti munculnya kecurangan-kecurangan dalam proses politik dan merebaknya fenomena golput (golongan putih) dalam pemilihan umum.



















BAB III
ANALISIS

            Didalam bab analisis ini saya akan membahas peran dan fungsi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai kekuatan politik Indonesia melalui contoh kasus yang benar-benar real terjadi. Kasus yang kami angkat dalam pembahasan kali ini adalah mengenai pelaporan dari salah satu LSM yang ada di Pekanbaru mengenai bukti pembayaran iklan kampanye salah satu kandidat yang ikut dalam Pemilukada Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru tahun 2011 memakai dana APBD Provinsi Riau. Berikut adalah berita yang kami dapat dari Koran Harian Tribun Pekanbaru 29 Oktober 2011:
LSM Koalisi Masyarakat Pekanbaru Anti Suap (Kompas), melaporkan pasangan calon Walikota Pekanbaru Septina-Erizal ke Panwaslu Pekanbaru, Jumat (28/10). LSM ini mengadukan Pemprov Riau telah menggunakan APBD untuk membayar biaya iklan di media massa.  Iklan tersebut adalah iklan pasangan Septina-Erizal, Berseri. Kompas mengadukan ke Panwaslu, tindakan Pemprov tersebut menguntungkan pasangan Septina-Erizal pada kontestasi Pemilukada Pekanbaru lalu. LSM Kompas melaporkan Pemprov Riau menggunakan duit sekitar Rp 400 juta untuk pemasangan iklan tersebut. Barang bukti berupa 26 lembar kwitansi pembayaran iklan ke media massa. Pemasangan iklan tersebut pada periode Mei 2011.

Pelapor atas nama Anis Murzil. Sedangkan saksi  penyerahan laporan bernama Sri Mulyono. Laporan diterima Ketua Divisi Umum Panwaslu Pekanbaru, Dendy Gustiawan.Menyertai laporannya, Anis menyerahkan barang bukti kepada Dendy. Kwitansi iklan diterbitkan oleh perusahaan media massa.Pada kwitansi ini, nama media tertulis pada bagian kepala surat. Pada salah satu kwitansi, tertulis kalimat berbunyi 'menerima uang dari Pemprov Riau'.  Kalimat lainnya, tertulis untuk pembayaran iklan dengan judul parade foto forum lintas etnis dukung Berseri. Bagian lainnya, menuliskan nominal Rp 4 juta. LSM juga menyerahkan barang bukti lain berupa daftar rekap piutang iklan Pemprov pemasangan iklan ke media massa.6

 

6Hengki Seprihadi, 2001. 29 Oktober. Panwaslu Selidiki Penggunaan APBD Oleh Istri Gubernur. Koran Harian Tribun Pekanbaru. Hlm 2.
Dari berita yang tercetak dalam Koran harian Tribun Pekanbaru diatas dapat kita lihat bahwa adanya pelaporan mengenai pemakaian dana APBD Riau untuk pembayaran iklan

kampanye pasangan kandidat Septina-Erizal di media massa oleh salah satu LSM yang ada di Pekanbaru yaitu Kompas (Koalisi Masyarakat Pekanbaru Anti Suap). Septina, kandidat yang merupakan istri dari Gubernur Riau Rusli Zainal disinyalir telah menggunakan uang Pemerintah Provinsi Riau untuk membiayai dana iklan kampanye dimedia massa sebesar Rp 400 juta pada Pemilukada kota Pekanbaru tahun 2011.
Anis yang merupakan pelapor dari LSM Kompas memberikan sejumlah bukti kwitansi pembayaran yang dilakukan oleh Pemprov Riau kepada salah satu media massa cetak Pekanbaru. Didalam kasus ini dapat kita lihat bahwa LSM telah menjalankan peranannya didalam Negara sebagaimana yang telah dikatakan oleh Andra L. Corrothers dan Estie W. Suryatna adalah LSM sebagai memonitor pelaksanaan sistem dan cara penyelenggaraan negara, bahkan bila perlu melakukan protes. Hal itu dilakukan karena bisa saja terjadi penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hukum, terutama yang dilakukan pejabat negara dan kalangan business.
LSM sedang berada dalam proses belajar bagaimana fungsi pengawasan mereka merupakan bagian dari persamaan proses menciptakan check and balances, dan tidak lagi merupakan agenda politik yang berdiri sendiri dibawah pengawasan Pemerintah seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.7
Fungsi pengawasan terhadap segala kegiatan Negara memang bukan fungsi dari LSM itu sendiri, tapi juga telah dilakukan oleh para aktor lainnya seperti Partai Politik. Kalau kita perhatikan parpol lebih dipandang sebagai alat untuk menjadi pemimpin atau menjadi anggota legislative didalam sebuah Negara itu terlihat parpol menjalankan fungsi ketika pemilu tiba, sedangkan ia melalaikan fungsinya sebagai agregasi yaitu sebagai tempat penampung segala aspirasi rakyat untuk disampaikan kepada pemerintah.
Kompas telah berhasil menjembatani masyarakat dan pemerintah dengan melaporkan kasus tersebut kepada Panwaslu yang sebelumnya telah beredarnya foto bukti kwitansi pembayaran dana iklan kampanye di media massa yang memakai dana APBD Riau pada sebuah akun facebook yang tidak diketahui siapa adminnya. Pembicaran mengenai kasus




 
7Lisa Jordan dan Peter Van Tuijl, Op. Cit,. Hlm 246-247.
tersebut telah hangat diperbincangkan didunia maya. Keterlibatan istri Gubernur Riau didalamnya memberikan respon yang buruk dari masyarakat. Oleh sebab itu pihak Kompas melaporkan hal tersebut kepada Panwaslu pekanbaru, sehingga memainkan peranannya sebagai wahana untuk menjembatani warga masyarakat dengan negara atau pemerintah.
Dengan pelaporan yang telah dilakukan oleh LSM Kompas tersebut hasil mengenai keputusan yang akan diambil belum juga ditentukan. Padahal ini sudah menyangkut sebuah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan oleh istri Gubernur Riau. LSM itu sendiri menilai bahwa adanya keberpihakan pihak Panwaslu terhadap salah satu kandidat dan sangat menguntungkan kandidat bila itu tidak terbukti dan akan tetap maju pada Pemilukada Ulang Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru tahun 2011. Jika memang Panwaslu tidak berpihak kepada salah satu kandidat maka keputusan tentunya akan berubah. Sehingga sanksi yang paling berat menurut analisis kelompok kami adalah dengan didiskualifikasikannya kandidat yang telah melakukan kecurangan dikarenakan hal tersebut telah melanggar hukum.
Berangkat dari kasus tersebut LSM sendiri telah bisa melakukan fungsinya sebagai pengawasan ditengah masyarakat. LSM adalah sebuah lembaga yang terpisah dari Negara atau bisa juga dikatakan bahwa LSM adalah lembaga non Pemerintah yang didalamnya berisikan masyarakat kalangan menengah dan atas yang satu mempunyai tujuan yang sama. Kompas adalah bukti bahwa LSM itu berfungsi sebagai kekuatan politik yang dapat merubah arah kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah.
Jika kita telaah satu persatu mengenai kegiatan atau fungsi dan peranan apa saja yang dimainkan sendiri oleh LSM hanya bisa dihitung sedikit sekali LSM yang fokus terhadap perannya, mereka lebih condong kepada kemana masalah atau uang berada. Tidak dipungkiri kalau di LSM juga bermain kepentingan didalamnya tak ubahnya seperti Partai Politik. Namun tentunya Partai Politik mempunyai peranan yang sangat berbeda dengan LSM.










BAB IV
KESIMPULAN

Lembaga Swadaya Masyarat (LSM) adalah sebuah lembaga non Pemerintah yang mempunyai peranan sebagai jembatan dari masyarakat terhadap Pemerintah. Sehingga dari hal tersebut lembaga ini mempunyai peranan yang sangat kuat sebagai kekuatan politik di Indonesia yang dapat melakukan pengawasan sehingga menciptakan check and balances, dan juga memiliki peranan untuk memonitoring segala kegiatan Pemerintah dan berhak melakukan protes bila hal tersebut dinilai tidak baik dan tidak sejalan dengan tujuan masyarakat.
LSM juga dapat mempengaruhi dan mengubah arah kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Seperti pada kasus yang telah kelompok kami analisis pada bab sebelumnya. Sehingga  peran dan fungsinya sebagai kekuatan politik ada dan sangat berpengaruh dalam kehidupan bernegara.





















1 Lisa Jordan dan Peter Van Tuijl, Akuntabilitas LSM Politik, Prinsip, dan Inovasi, Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia, 2009, hlm. 226.
2 Ibid,. hlm. 230.
3 M. Dawan Rahardjo. 1994. 9 November. Tiga Dasar Teori tentang LSM. Harian Umum Republika, hlm 4.
4Afan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hlm.
5 Ibid,.

DAFTAR PUSTAKA

Gaffar, Affan.  2002. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jordan, Lisa dan Peter Van Tuijl, 2009 Akuntabilitas LSM Politik, Prinsip, dan Inovasi, Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia.

Hengki Seprihadi, 2001. 29 Oktober. Panwaslu Selidiki Penggunaan APBD Oleh Istri Gubernur. Koran Harian Tribun Pekanbaru. Hlm 2.

M. Dawan Rahardjo. 1994. 9 November. Tiga Dasar Teori tentang LSM. Harian Umum Republika, hlm 4
.
Yayat Dinar N. Ormas-LSM sebagai Kekuatan Sosial Politik. http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=252499 (di akses 22 Oktober 2012)




1 komentar: